Saturday, October 21, 2006
Andalus; Hilangnya Sebuah Firdaus
Oleh: Farhan Kurniawan*

Kaum Muslimin menaklukkan Andalus yang dikuasai orang-orang Goth pada tahun 711 M./92 H.. Sebelum dikuasai kaum Muslimin, Andalus dikenal dengan sebutan Iberia, dinisbahkan kepada orang-orang Iber, penduduk terlama yang mendiami kawasan itu.
Kata “Andalus” berasal dari "Vandalos", nama wilayah Eropa Utara yang menyerang Romawi pada abad ke-V. Orang-orang Romawi menyebut para penyerang itu dengan “Vandalos” karena menghancurkan berbagai kawasan Romawi yang dikenal berperadaban. Hingga kini, kata “vandals” masih dipakai dalam bahasa untuk menyebut orang atau kelompok yang merusak, anti estetika.
Bangsa-bangsa "Vandals” itu sampai ke selatan Spanyol, selanjutnya kawasan itu dikenal dengan “Vandalusia”. Ketika kaum Muslimin menaklukkan kawasan tersebut, mereka menamakannya "Andalus". Kekuasaan kaum Muslimin di Andalus selama hampir delapan abad melahirkan sebuah peradaban ilmiah cemerlang. Kekuasaan ini berakhir dengan jatuhnya Grenada, akhir benteng Islam di Andalus, ke tangan Ratu Isabella dan Raja Ferdinand pada tahun 1489 M. (898 H.).

Kejatuhan Andalus merupakan pengalaman terpahit kaum Muslimin dalam sejarah. Karena kejatuhan ini bukan saja hilangnya sebuah wilayah yang telah dikuasai selama berabad-abad, namun juga hilangnya agama, entitas budaya, dan peradaban. Ketika orang-orang Katolik berhasil menguasai Andalus, mereka melakukan pembersihan agama dalam bentuk ujian keimanan atau inquisisi (Mahkamah al- Taftisî). Mereka memaksa orang-orang Islam dan Yahudi pindah ke agama Kristen, jika tidak mereka akan membunuhnya dengan alat-alat siksaan secara keji. Dalam rangka menyelamatkan iman ini, tidak sedikit kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi melakukan eksodus ke Afrika Utara dan wilayah Ottoman (Turki). Setelah itu orang-orang Katolik berusaha menghilangkan simbol-simbol agama dan peradaban yang telah berabad-abad bercokol di Andalus. Masjid-masjid dan Synagog diubah menjadi gereja; buku-buku agama, ilmiah, dan filsafat dibakar di tanah-tanah lapang. Para sejarawan modern mengatakan bahwa jaman Inquisi ini merupakan sisi gelap sejarah gereja yang pernah terjadi di Eropa.

Sebenarnya, runtuhnya kekuasaan Islam di Andalus mulai terasa setelah wafatnya al-Hakam bin Abdurrahmân al-Nashîr (979 M.). Al-Hakam merupakan salah satu penguasa terkuat Bani Umaiyah yang menjaga kedaulatan Bani Umaiyah di Andalus. Al Hakam mewariskan kekuasaan kepada puteranya Hisyâm, yang masih berusia dua belas tahun. Namun al-Mansûr sebagai pewaris kerajaan yang terhalangi mengambil kekuasaan dari Hisyam.
Setelah al-Mansûr wafat, situasi Andalus bertambah kacau. Huru-hara bermunculan yang berakhir dengan penghapusan sistem khilafah pada tahun 1030 M. (422 H.).
Setelah kekuasaan Bani Umaiyah runtuh, Andalus mengalami disintegrasi menjadi negara-negara kecil atau dalam sejarah dikenal dengan "Ashr Mulûk Tawâ'if" (jaman raja-raja kecil). Jumlah negara-negara kecil di Andalus pada masa itu mencapai dua puluhan, antara lain: Bani Hamoud di Cordova, Malaga, dan Algecira (al-Gezirah al-Khadlrâ'), Bani Dzû al-Thaûn di Toledo, Banî Ebad di Seville, Bani Hud di Zaragoza, Bani Zery di Grenada dan Bani Juhur di Cordova. Kekuasaan raja-raja kecil tetap berlangsung hingga Andalus dikuasai Dinasti Murabitin dari Maghrib yang sebelumnya diminta para raja kecil untuk membantu mereka menghadapi kekuatan militer orang-orang Katolik.

Meski era raja-raja kecil di Andalus ini tidak berlangsung lama, namun mengandung dimensi sejarah yang besar. Karena pada masa masa inilah terjadi konflik kekuasaan yang hebat diantara para raja kecil. Setiap penguasa Muslim melakukan makar dan tipu daya terhadap penguasa Muslim lainnya untuk menjatuhkan kekuasaannya. Mereka mengerahkan segala upaya dan cara untuk mencapai tujuan. Bahkan tidak sedikit dari mereka mengadakan perjanjian dan kerjasama dengan musuh untuk menghancurkan penguasa Muslim lain dengan imbalan menyerahkan sebagian wilayah atau pelabuhan lautnya. Pada zaman raja-raja kecil inilah kekuasaan orang-orang Katolik menjadi kuat. Hal yang tidak pernah terjadi sejak awal penaklukan Andalus. Kekuatan ini dipergunakan musuh sebaik-baiknya untuk merebut satu demi satu kota-kota Islam, menghancurkan kaum Muslimin serta mengusir mereka dari Andalus. Muhammad Abdullah Annan, sejarawan Mesir yang berkutat tentang Andalus, mengatakan bahwa jatuhnya Andalus merupakan kejatuhan 71 kota Islam di Semenanjung Iberia.

Dalam "Nafah al-Thayib fî Ghushn Andalus al-Ratib", al-Muqry dengan kasidah dan sebuah prosa panjang bercerita tentang akhir kekuasaan kaum Muslimin di Andalus.
Al-Muqry berkata: Abu Abdullah terlebih dahulu berlabuh di Melila (wilayah Maroko di daratan Afrika Utara yang menjadi salah satu profinsi Spanyol hingga kini, pen.) kemudian menuju Fez dan menetap disana. Beliau menghadap Sultan Abu Abdullah Muhammad Syeikh raja Fez, pemimpin Bani Wuthas yang berkuasa setelah Bani Marin. Abu Abdullah berdampingan dengan beliau serta berlindung di bawah kekuasaan dan pelayanan beliau. Abu Abdullah meminta maaf atas segala dosa dan kelalaiannya menunaikan kewajiban menjaga tanah air dan agama. Pembelaan Abu Abdullah yang terkenal dalam sejarah ini tertulis dalam sebuah risalah indah yang mengesankan yang ia tujukan kepada raja Fez. Ia memberinya judul "Al-Raudl al-Athir al-Anfas fî al-Tawassul ilâ Mâlik Faz", dan al-Muqry menuliskan kembali risalah itu dalam bukunya.

Diriwayatkan bahwa Abu Abdullah, penguasa terakhir Andalus dari Bani Ahmar, ketika keluar dari istananya "Al Hambra" menuju pelariannya di Afrika Utara terlihat bersedih, hatinya teriris dan hancur berkeping. Hingga ketika sampai pada sebuah persimpangan jalan yang selanjutnya dikenal dengan "Zafrah al-Maghriby" dimana istana al-Hambra hampir tak terlihat lagi. Untuk terakhir kalinya ia memandang al-Hambra, sambil berurai airmata dari kedua kelopak matanya. Lalu ibunya berkata: Menangislah engkau bagai perempuan atas sebuah kerajaan yang hilang, sedangkan engkau tidak mau menjaganya bagai penjagaan laki-laki. Ahmad Syauqi, Amir Syuara', menggambarkan rombongan Abu Abdullah ini: Kelompok itu keluar dalam barisan-barisan tuli dari penjagaan, bagai sebuah rombongan mayat bisu. Mereka menyeberang lautan bagai sebuah keranda kematian, sedangkan dahulu dibawah kakek-kakek mereka merupakan singgasana yang kemarin.
-------------------------------------------------------------------------------------

* farhankournia@yahoo.com: ngabarian, mahasiswa tingkat akhir jurusan Akidah ?Filsafat, Kairo.

baca selengkapnya..
 
posted by iqra at 5:59 PM | Permalink | 1 comments
Ketika Tamu Agung Itu Datang
Oleh: Ahmad Tarmidzi, Lc.*
Mari kita kembali ke rumah kita. Tempat kita ditempa dan dibina di kawah candradimuka. Enam tahun atau empat tahun, yang terus terang, telah membentuk kepribadian dan watak kita hari ini. Kita putar memori ini pada saat-saat kita masih bersama teman sebaya, bermain dan tertawa, menangis dan berduka. Waktu pramuka di hari Kamis, muhâdlArah, dan mengisi malam dengan belajar kelompok. Lebih spesifik lagi, mari tempatkan memori kita pada saat Ramadhan di Ngabar. Saat tamu agung itu menjadi syarat kenaikan kelas bagi santri tingkat V. Apa yang tersisa dari ingatan kita? Saya yakin bahwa kebanyakan dari kita —alumni PPWS Ngabar— hanya pernah merasakan Ramadhan sekali saja selama berada di pondok. Kecuali mereka yang asli dari Ngabar atau mereka yang selama enam atau empat tahun di Ngabar tidak pernah pulang sama sekali. Kebanyakan dari kita hanya pernah merasakan satu kali Ramadhan selama di pondok. Dan yang kita alami hampir sama. Mengikuti kegiatan-kegiatan yang dirancang sejak pagi sampai malam harinya oleh Panitia Bulan Ramadhan (PBR). Yang kita alami hampir sama, dan kesan kita berbeda-beda.

Pada Ramadhan 1999, saya mendapat kepercayaan menjadi Sekretaris PBR. Mendapat kesempatan untuk menyusun kegiatan santri selama satu bulan penuh. Seluruh santri yang mukim wajib mematuhi peraturan dan mengikuti kegiatan thalibul ilmi yang telah dirancang pengurus. Di antara mereka ada yang mematuhi, dan sebagian mereka ada yang sering meninggalkan kegiatan secara diam-diam karena bosan, jemu dan suasana kegiatan yang dirasakan para santri terlalu mengekang mereka. Semua kita punya cerita tentang pelanggaran dan hukuman yang ditegakkan saat itu. Dan kita semua punya kesan yang berbeda.

Hari ini semuanya tinggal kenangan. Sekarang kita hidup pada ruang, masa dan miliu yang berbeda. Tidak ada lagi pengawasan dan jadwal yang mengikat Ramadhan kali ini. Semua tergantung kepada kemampuan mengatur diri, kemandirian bersikap dan kedewasaan dalam bertindak. Kesadaran untuk membentuk diri, dan pemahaman akan urgensi perubahan pada diri kita. Saya tidak sekedar mengajak anda untuk bernostalgia. Lebih dari itu, saya ingin mengajak anda menekuri sejarah yang pernah kita lalui bersama. Bahwa sejarah bukanlah ruang kosong dan hampa tanpa makna. Bukan sekedar hari kemarin, tetapi ia menjadi pondasi keberadaan kita hari ini. Tempat kita kembali bercermin, melihat sejauh mana usaha pengembangan diri yang sudah kita jalani.

Tamu agung ini, walau sudah berkali-kali pernah kita sambut dalam kehidupan kita, tetapi selalu membawa makna dan nuansa baru serta memberikan perubahan pada jiwa-jiwa yang beriman. Setidaknya merefresh posisi dan peran kita sebagai individu, anggota keluarga dan bagian dari masyarakat. Dia datang membawa obat dari penyakit yang selama ini kita derita. Menawarkan resep penyembuhan serta pencegahan. Dari penyakit hati, kesenjangan sosial dan penyakit yang melanda umat seperti perpecahan, ketertinggalan dan penjajahan terhadap dunia Islam.

Cukuplah sebagai bukti bahwa kemenangan-kemenangan umat Islam banyak terjadi di bulan suci ini. Shâff umat pun kembali terikat erat dengan sesaknya mesjid-mesjid oleh jiwa-jiwa suci. Sedekah-sedekah menjadi syi’âr yang tidak asing dan begitu terasa terutama bagi kita para wafidîn. Ini semua memenuhi ruang lingkup di mana kita berada saat ini. Membandingkan sejarah selama kita di Tanah Air dan di Ma’had dulu, ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik untuk meningkatkan kualitas pribadi-pribadi dan mempererat tali silaturrahim kita. Di antara syi’âr yang biasa diangkat teman-teman saat tamu agung itu datang antara lain:
Meningkatkan kualitas membaca. Menjadikan al-Quran, Hadits dan buku tsaqafah lainnya sebagai teman sejati. Kalau di hari-hari biasa tilawah kita berkisar ½ sampai satu juz sehari, maka di bulan ini meningkat menjadi 2 atau 3 juz setiap hari. Mempererat silaturrahmi, seperti shalat tarawih berjamaah di salah satu mesjid atau di rumah salah seorang teman, ifthâr bersama sambil mendengarkan taushiyah dari guru-guru kita. Meningkatkan kualitas ibadah, dengan mengisi hari-hari di bulan agung ini shiyâm, qiyâm, tilawah dan sedekah. Meminimalisir aktifitas-aktifitas yang tidak perlu dan memberikan porsi waktu yang besar untuk taqarrub kepada Allah Swt.

Lingkungan yang dibentuk seperti ini sangat kondusif untuk melahirkan kekuatan pada pribadi-pribadi kita. Dan sebagai komunitas satu almamater, HAKPW, mengangkat syi’âr di atas sebagai kebiasaan bersama, dapat mengantarkan kita pada komunitas yang kuat secara internal. Lebih mengedepankan kerja dan amal nyata daripada sekedar berkata-kata.
Tamu agung itu sudah datang. Menyambut dan mengisinya dengan amal produktif menjadi niscaya hari ini. Dia menjadi madrasah bagi orang-orang besar. Tempat berhenti dan menata kembali kekurangan-kekurangan pada tahun-tahun sebelumnya. Dari rahimnya, lahir para pahlawan yang menghiasi sejarah perjalanan panjang umat. Lahirnya tokoh-tokoh sebagaimana dikatakan Muhammad Iqbal:

“Terserah kepada siapa engkau berguru dan mencari hikmah
Orang-orang besar hanya lahir dari rahim waktu Sahur”.
*Mahasiswa Pasca Sarjana Univ. al-Azhar.

baca selengkapnya..
 
posted by iqra at 5:53 PM | Permalink | 0 comments
KASIH SAYANG SEJATI
Oleh: Ummu Toriq Al-Eiz*

September, Bandara Kairo 2008
Malam yang cerah dimusim semi dihiasi bulan dan bintang membawa keindahan panorama kota Kairo. Nampak kaki-kaki melangkah membawa seribu makna, ada yang terburu-buru ada pula yang santai saja. Semua manusia berjalan dengan membawa kepentingan masing-masing. Sudah 1 jam Mira dan kawan-kawan menunggu kedatangan adik-adik kelas yang ingin melanjutkan study di Bumi Kinanah ini. Tapi batang hidung mereka belum nampak juga. Ada prasangka, apakah masih ceck out atau jangan-jangan hilang dan tersesat. Berjuta perasaan datang silih berganti membawa kekhawatiran yang tak kunjung reda.
"Nah tu ada yang keluar, nampaknya wajah Asia ". kata Rini dengan pasti. "Tapi bukan yang itu orangnya, akupun ingat-ingat lupa. Maklumlah jarak kami kakak adik kelas cukup jauh. Sekarangpun mungkin ia sudah berubah menjadi dewasa". kata Mira tak pasti. "Rika, tolong keluarkan kertas yang aku tulis tadi..." perintah Mira pada temannya yang juga sedang menjemput kedatangan adiknya. Nampak satu buah kertas yang cukup besar dengan tulisan yang sangat terang berukirkan sebuah nama terpampang diatasnya. ANA NURISTA, itulah calon mahasiswi baru yang sedang ditunggu Mira. Setelah banyak wajah-wajah Asia keluar dari ceck out dan disambut mesra oleh kakak-kakak juga panitia penjemputannya, nampak dari muka mereka perasaan senang dan bahagia terutama wajah-wajah calon mahasiswa baru yang membawa seribu harapan dibumi ini. Walaupun pada hakekatnya mereka juga sedih karena berpisah dengan orang-orang yang sangat dicintai di daerahnya, tapi demi amanat Allah untuk terus berjuang menuntut ilmu agama, mereka rela berkorban untuk berjauhan dengan kampung halaman. Letih tangan Mira mengangkat kertas tinggi-tinggi supaya terbaca oleh empu yang punya nama. Sesosok tubuh tinggi semampai dengan jubah berwarna coklat tua mendekati Mira.
"Assalamu`alaikum kak Mira...dah lama
menunggu kak?"
"Eh...eh...nggak...nggak ko` ". Balas Mira. Kata-katanya gugup karena terkejut. Tapi dalam hati bilang
"nggak salah ". hehhehehe
" Maaf kak, tadi Ana tertukar koper sama orang Cina" Ana menjelaskan. Ditroli samping kanannya ada sebuah koper besar yang mungkin isinya pakaian, sedang diatasnya ada satu koper lagi lebih kecil berisi makanan dari tanah air.
"Ga apa-apa. Yuk kita pulang ". jawab Mira sambil membawa koper Ana menuju ke bus panitia. Bus yang ditumpangi membawa laju para mahasiswa dan mamahasiswi itu ketempat tinggal masing-masing. Ada yang pergi ke Asrama ada juga yang tinggal diperumahan bersama kakak kelas atau kenalannya.
" Hidup di Mesir itu penuh dengan cobaan. Tinggal bagaimana caranya kita pandai-pandai menjaga diri. Karena disini 'ga ada yang mengontrol gerak gerik kita kecuali diri kita sendiri, dan juga yang perlu diingat adalah jangan lupa pesan ayah ibu, mereka tentunya mengharapkan kita bisa belajar dengan baik". Panjang lebar Kak Mala, senior rumah menjelaskan tentang kehidupan dan bagaimana tata cara bergaul dilingkungan Mesir ini. Para junior rumah mendengarkan dengan penuh perhatian.
Rumah itu diisi dengan enam mahasiswi, dua orang senior dan empat mahasiswi baru. Keadaan sangat tidak mengizinkan penghuni rumah itu untuk
tinggal dengan sedikit kepala karena sangat susahnya mencari rumah pada saat ini.

**********************************

"Kak Mira, Ana minta izin pindah rumah " pinta Ana pada seniornya. Mira menatap mata Ana dengan penuh keheranan. "Kenapa ana? Apakah Ana ga betah disini?, atau Ana ada masalah? Mungkin kakak bisa bantu?"
"Ga kak, Ana Cuma pingin ganti suasana. Lagipun sekarang Ana pingin tinggal sama teman yang satu jurusan biar mudah belajar ". kata Ana menjelaskan.
Sedih mata Mira menatap Ana. Bagaimana tidak? Dialah satu-satunya adik kelas yang ada di Mesir. Dan ini juga pertanda satu amanat besar baginya untuk menjaga junior yang masih sangat mentah. Lagipun Mira belum tahu jelas dengan siapa Ana akan tinggal. Tapi keinginan Ana sepertinya tidak bisa untuk ditahan. Teman-temannya sudah berkali-kali menasehati, tapi bak kata pepatah; kalau mau seribu daya dan upaya, kalau
tak mau seribu kata dan alasan.

******************************

Malam berganti siang, dam musim berganti musim. Setelah empat bulan kepindahan Ana dari rumah, Mira merasa sangat rindu karena dia tak pernah lagi mendengar kabar lagi dari Ana. Seolah-olah dia pergi bagai ditelan bumi. Tiada kabar dan berita. Ketika ditelpon ada saja kegiatan organisasi yang sedang menyibukkannya. Ketika di-sms tak pernah ada balasan.
"Mungkin kegiatannya terlalu padat sampai tak sempat membalas smsku. Entah bagaimana keadaannya sekarang " bisik hati Mira berusaha untuk husnudzan. Ana adalah satu-satunya adik kelas yang ada dibumi Mesir ini. Dan itu menyebabkan mira merasa bertanggung jawab penuh untuk memberinya petunjuk dan pengajaran.
"Kak Mira..!!" terdengar sebuah panggilan mengejutkan Mira dari lamunannya.
"Oh Atik...bukannya salam dulu, malah buat orang kaget" muka Mira pura-pura cemberut. Nampak Atik datang dengan nafas ngos-ngosan menampakkan keadaan yang begitu sangat letih. Entah karena rumahnya yang terletak dilantai lima atau karena udara musim panas yang begitu menyengat.
"Assalamu`alaikum kak Mira..." sambil ngos-ngoosan Atik menguucapkan salam
"Wa`alaikum salam.. nah gitu dong. Ni minum dulu" Mira menyodorkan segelas air putih ketangan Atik. Atik langsung menyambutnya dengan penuh semangat. Lega sudah kerongkongan Atik setelah dibasahi beberapa teguk air.
"Kak..." katanya memulai pembicaraan...nampak dari nada suaranya yang menggantung seolah-olah minta perhatian penuh.
"Hem..." jawab Mira sambil meletakkan buku yang ada ditangannya.
"Tadi Atik jumpa dengan Ana, tapi kelihatannya dia menghindar. Atik lihat dia dah banyak berubah ..." Atik tidak melanjutkan perkataannya. Dari perkataannya nampak ada rahasia yang takut jika diketahui Mira.
"Berubah bagaimana maksudmu Tik?" matanya mendelik minta penjelasan. Mungkin keadaan Mira yang sedang sibuk menulis tesis di Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir mengakibatkannya jarang berjumpa dengan Ana di Kuliah.
"Atik lihat Ana sudah banyak perubahan. Nampak dari cara pakaian dan gaya hidupnya yang tak mencerminkan mahasiswi belajar agama ". kata Atik dengan penuh nada penyesalan. Diteguknya sekali lagi air yang terletak disampaingnya. Nada suaranya diatur selembut mungkin agar tidak melukai hati senior yang sangat ia hormati.
"Jangan su'udzan Tik, tak baik itu. Mungkin kamu salah melihat orang, mungkin bukan Ana". Mira mengingatkan Atik supaya jangan cepat menuduh. Nampak dimukanya suatu kesedihan yang berusaha dia sembunyikan. Suasana hening sejenak. Kemudian Atik melanjutkan perkataannya untuk meyakinkan apa yang dia tahu tentang seorang insan yang dulu pernah berada dan tinggal bersama mereka.
"Atik 'ga suudzan kak, mungkin 'ga ada teman atau senior yang menegur dan mengingatkan dia, sehingga dia hidup begitu bebasnya tanpa ingat lagi tujuan kedatangannya kesini". Kata-katanya terpotong, sejenak Atik terdiam. Ditatapnya mata senior yang duduk didepannya dengan teliti. Nampak diraut muka Mira wajah ayu begitu setia mendengar bayan Atik, kemudian Atik melembutkan suaranya, takut kata-katanya menggoreskan hati Mira.
"Teman serumahnya yang satu Fakultas dengan Atik bilang kalau ayah Ana kerja sebagai pengusaha tekstil di Jakarta. Kak…bukan Atik menuduh, Cuma kasihankan pada Ana. Mereka tinggal dirumah dengan sewa LE 800 perbulan dengan tiga orang saja. Apa itu tidak akan memberatkan Ana? Walaupun tujuan utama kepindahan Ana untuk belajar tapi kenyataannya pergi kuliahpun Ana sering absent".
Mira yang sedari tadi diam mendengarkan laporan Atik langsung angkat kepala. Matanya menerawang mengingat saat-saat pertama kali Ana menginjakkan kaki di rumah itu. Nampak satu wajah lugu dan polos yang betul-betul ada harapan untuk belajar agama demi menggapai cita-cita dan masa depan.
"Kak, Ana mau belajar ilmu agama supaya nanti ketika pulang bisa bawa manfaat untuk masyarakat. Tolong bimbing Ana ya kak...". pinta Ana dengan semangat. Tujuh bulan ternyata bukan masa yang panjang untuk mengubah seseorang itu menuju kebaikan atau sebaliknya. Memang tak bisa diduga. Negera Mesir yang sangat aneh dan misterius, dari orangnya, adatnya, tabiat masyarakatnya, makanannya bahkan pelajarnya.
"Apa yang bisa kakak lakukan Atik? Kakak dah berusaha menghubunginya, mencaritahu kabarnya, tapi Ana terlalu sibuk. Kita doakan semoga dia baik-baik saja, karena itu adalah kemauannya untuk lebih bisa konsent dalam study ".
"Ok kak, Atik masuk kamar dulu". Atik menyudahi pembicaraan.
"Hari ni makan siangnya apa? Lapar nih…". Atik meninggalkan Mira. Matanya sedikit melirik kearah dapur mencari sesuatu yang bisa untuk mengganjal perutnya. Nampak dimeja makan terhidang satu periuk nasi, sayur lodeh dan ikan goreng sambel trasi.
"Wah sedapnya. Pasti ni masakan kak Mira ".
"Hati-hati sambal trasinya pedas, nanti kamu sakit perut!" Mira mengingatkan, dia sudah tahu kalau Atik sangat suka sambal terasi. Tak lengkap rasanya menu makanan tanpa sambal.
"Ana...bagaimana keadaanmu sekarang?" bisiknya lirih...

************************
"Kriiiiiiinggg...kriiiiiiiiiiiing..." terdengar suara telpon berdering diruang tamu.
"Kriiiiiiiiiingg... kriiiiiiiiiing..." telpon terus berdering tanpa ada siapapun yang mengangkatnya.
"Kemana adik-adik ni...." bisiknya dalam hati sambil pergi meninggalkan dapur menuju arah suara. Diangkatnya gagang telpon.
"Assalamu`alaikum...". terdengar suara dari seberang.
"Wa`alaikum salam.." Mira menjawab salam.
"Boleh bicara sama kak Mira?"
"Ya saya sendiri.."
"Kak, ini Lina dan Santi teman serumah Ana".
Deg!!! Dada Mira bergetar. Darah yang mengalir dalam tubuhnya tiba-tiba mengalir dengan cepatnya. Sudah lama dia mencari kabar adik kelasnya itu dan sekarang temannya datang menelpnya. Sungguh Mira sangat rindu pada Ana.
"Bagaimana kabar Ana? Apa dia sehat ? bagaimana kuliahnya?" bertubi-tubi pertanyaan diajukan Mira.
"Alhamdulillah, dia baik. Kak, kami ingin kasih tahu kalau Ana berhutang dengan kami $600. Kami mau gunakan uang itu untuk beli buku. Ana bilang ATMnya belum diisi papanya, tapi dia janji akan lunasi hutangnya
setelah ambil uang dari kakak. Kak Mira ni kakak kandung Ana ya? Sudah satu setengah bulan dia belum bayar hutang. Sebab itulah kami telpon kakak".
Terperanjat hati Mira mendengar pernyataan dari telpon diseberang. Bibirnya tak henti-hentinya beristighfar. Begitu banyak uang yang Ana pinjam untuk kebutuhan harian. Begitu cepatnya dia membelanjakan uang yang diberi orang tuanya, dan sekarang malah ada hutang?? Mira berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya dan dengan setenang mungkin disusunnya kata.
"Untuk apa uang itu Ana gunakan?" Mira berusaha mencaritahu.
"Dia belum bayar sewa rumah empat bulan, kami lihat dia sering makan diluar dan shopping" suara di seberang menjelaskan.
"Shopping ???"
"Baiklah nanti kakak bayar ". Mira memastikan. Ditutupnya gagang telpons setelah menjawab salam".
"Kenapa Ana berbuat begitu?" terdengar suaranya lirih sambil menghela nafas.
"Tapi bagaimanapun harus dibantu. Ana sedang dalam kesusahan. Tentunya dia sekarang sangat sedih ". Mira melihat laci tabungannya. Ada beberapa lembar dolar. Dihitungnya uang yang ada.
"Ah...masih kurang " dihitungnya lagi lembaran-lembaran uang pound. Tetapi masih belum mencukupi untuk membayar hutang Ana.

***************************

Sore berganti petang. Sang surya sejenak merebahkan tubuhnya diufuk barat untuk beristirahat. Terdengar suara insan sedang beramai-ramai melantunkan ayat-ayat Allah. Begitu indah dan merdu. Mentafakkuri makna ayat yang tersirat didalamnya serta mensyukuri segala nikmat yang selama ini dikaruniakan pada mereka. Damai hati ini mendengarnya. Mira, Mala, Ade, Dian, dan Sukma. Penghuni kawasan Sabie` permai.
"Ting tong...." terdengar bunyi bel rumah dipencet. Dian membuka pintu. Sosok tubuh yang tak asing telah berdiri tegak didepan pintu. Disamping kanan kirinya ada dua koper mengelilinginya. Persis seperti ketika
pertama kali ia menginjakkan kaki kerumah itu.
"Masuk Ana, kenapa berdiri didepan pintu?" Dian memegang tangan Ana dan mempersilahkannya masuk kerumah. Tubuh itu langsung menubruk Dian dan air matanya mulai turun. Dian membawanya masuk kedalam. Ditempat shalat Mira, Mala, Ade dan Sukma telah menunggu. Ana lari dansekali lagi langsung menubruk tubuh kecil Mira.
"Kak...maafin Ana. Ana telah banyak berbuat salah pada kakak. Ana telah banyak menyusahkan kakak". Derai air mata bercucuran tak dapat berhenti. Ana terisak-isak. Sesekali tangannya mengambil tisu mengelap butiran-butiran airmata yang jatuh dipipi. Mira membiarkan Ana dalam pelukan. Biarlah tangisnya reda dulu.
"Kak, Ana telah membohongi kakak dan teman-teman..." Ana mulai bicara.
"Sebenarnya kepindahan Ana bukan karena masalah belajar. Ana pingin hidup seperti Lina dan Santi. Bisa makan diluar, shopping dan membeli barang kesukaan. Ana juga telah membohongi mereka yang ayah Ana kerja
sebagai pengusaha, padahal ayah hanya seorang kuli bangunan " tangisnya mengeras.air matanya berderai. Mira dan teman-teman mendengarkan. Mereka merasa iba.
"Demi memenuhi keinginan Ana, Ana terpaksa pinjam uang ke Lina dan santi. Uang yang ayah beri dulu sudah lama habis untuk belanja. Ana bersalah kak.... Ana berdosa sama ayah dan ibu di Kampung. Sekarang Ana
diusir dari rumah, Ana akan kemana kak?". Mira memeluknya erat. Ditenangkannya hati Ana. Teman-teman yang lain berusaha menghibur Ana. Dibesarkan dan ditabahkan hati Ana agar bersabar.
"Ana boleh tinggal disini. Kita ini kan saudara. Kakak ada tabungan. Ana boleh pakai dulu untuk membayar hutang Ana pada Lina dan Santi".
"Ehh kak Mala juga ada sedikit uang. Ana boleh pakai. Masalah rumah tinggallah sama kami. Ana ga usah segan" Mala menambahkan. Dian, Ade dan Sukma juga menghulurkan tangan memberikan sokongan. Tangis Mira mulai reda. Senyumnya mulai mengembang. Ditatapnya wajah kakak dan teman-temannya satu persatu. Dia rasakan begitu ikhlas ukhuwah yang mereka berikan. Begitu tulus kasih sayang yang mereka curahkan. Sungguh tak ternilai harganya.
Kasih sayang seorang teman. Kasih sayang sejati!!!


***********************************

Moral !!!
1. Hiduplah yang sederhana sesuai kemampuan. Jangan berlebih- lebihan dan mubadzir!
2. Jangan sampai kita hidup seperti pepatah "Besar pasak daripada tiang".
3. Hidup dimesir ini hanya beberapa tahun saja, jangan sampai terlena. Setelah itupun kita akan kembali kekampung halaman. Sebagaimana hidup didunia yang fana, akhiratlah kampung abadi.
4. Jangan mudah terpedaya oleh kawan. Mungkin mereka mampu melakukan sesuatu yang kita tak sanggup melakukannya.
5. Ingat pesan ayah dan ibu
6. Ingat tujuan belajar di Mesir
7. Belanjakan apa yang ada dikantongmu seperlunya saja, ingat masih ada hari esok!!!
8. Hidup HAKPW !!! Ayo terus maju!!!!
Wasalam

*Nurul Wahidah

baca selengkapnya..
 
posted by iqra at 5:38 PM | Permalink | 1 comments
SUARA KETUA HAKPW
Oleh: M. Amien Az-Zhubair*

Teriring salam kasih penuh ukhuwah, semoga Ramadhan yang kita tempuh selalu diberkati Allah Swt.
Dalam cerita cinta, sering kali kita dengar cinta cuma sebatas diucapkan dilidah saja tanpa sanggup 'tuk membuktikannya. Karena, seringkali bukan cinta yang menjadi dasar dari komitmen itu. Tapi cintapun tidak akan bisa dibangun dengan komitmen saja. Ia juga membutuhkan pembuktian dari komitmen itu. Buktilah yang akan menjadi ukuran kesungguhan pada cinta yang diberikan. Allah Swt. sangat mencintai kita, Dia menginginkan supaya kita tetap berada dalam kebenaran dan memperbanyak kebaikan. Bahkan, Allah Swt. pun memberikan banyak fasilitas melimpah buat kita. Allah sangat mencintai kita, dan Ramadhan adalah salah satu tanda cinta-Nya.
Mari siapkan diri untuk bertarung menghadapi turnamen bergengsi di level dunia-akhirat: bulan suci Ramadhan. Siapkan juga diri untuk mengikuti tataran internasional selama sebulan penuh. Mari kita lakukan lompatan untuk menggapai mahkota taqwa!.

Ramadhan merupakan turnamen yang menguji ketahanan mental dan fisik kita. Barang siapa bisa konsisten sampai satu bulan penuh atau bertetemu Ramadhan berikutnya; itulah para pemenangnya. Jangan sampai kita masuk dalam barisan orang orang yang merugi dibulan istimewa ini. Jika Allah mengetahui ada kebaikan didalam hatimu, niscaya dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik. Dengan perlahan lahan melakukan perbaikan, selangkah demi selangkah memperbaharui keutuhan ukhuwah kita, semua ini merupakan nilai-nilai yang tetap diinginkan oleh kebudayaan manusia disegala tempat dan zaman. Tuhan tentu menghendaki semua nilai ini terwujud dalam kebudayaan manusia, sebab orang yang paling mulia dan utama disisi Allah Swt. ialah yang paling bertakwa diantara manusia.

Lain dari pada itu, keberadaan kesekretariatan pada saat ini dirasa sangat memprihatinkan. Namun dengan usaha dan kerja keras para penghuninya sekretariat pun bisa dipertahankan hingga sekarang. Berawal dari pindahnya sebagian penghuni baru yang dulunya sangat membutuhkan tempat tinggal, dengan dalih mencari tempat yang lebih kondusif. Tapi yang saya rasa semua itu, kembali ke diri masing-masing kita untuk lebih bisa mengevaluasi diri sendiri dan mewujudkannya dengan kebijakan yang rendah hati. Walaupun pada kenyataannya ada beberapa hal yang menjadikan penulis menahan keinginan-keinginan tinggi itu. Berbeda dengan 2 tahun lalu, ketika saya tiba di cairo. Pengadaan tempat tinggal yang sangat kami perlukan belum tersedia dengan baik. Akhrnya saya dan kawan mencari rumah baru atau sekedar numpang dirumah orang 'tuk beberapa waktu.

Mengawali kiprah kakak-kakak kelas kami dalam pengadaan tempat tinggal yang kondusif seiring semakin banyaknya anggota HAKPW yang baru datang waktu itu. Dengan segala kerendahan hati kami, saya selaku ketua mewakili rekan rekan seperjuangan menghaturkan ribuan terima kasih. Walaupun kami tidak bisa mempertahankan tempat tinggal yang semestinya layak dijadikan tempat sebagai ajang membina ukhuwah antara saudara saudara HAKPW Kairo.
Seiring dengan kedatangan MABA pada tiap tahunnya, kami berharap pada rekan-rekan semua, bisa secara langsung memberikan kontribusi positif terutama terhadap keilmuannya. Juga harapan untuk mengoptimalkan inisiatif yang bisa diterapkan dalam HAKPW sebagai wadah yang lebih dari sekedar ajang silaturrahim. Dan tak lupa pula kepada kakak-kakak kelas kami yang telah menyelesaikan studinya dan akan meninggalkan negeri kinanah ini, tolong sampaikan salam kami kepada adik-adik tercinta dan kepada guru-guru yang telah membina kami. Semoga ilmu yang telah didapatkannya selalu bermanfaat dimasyarakat. sekarang dan hari yang akan datang, Terakhir sebelum kita melangkah marilah kita berdo`a
semoga kita dijadikan manusia yang unggul. terutama dalam studi kita
Dijadikan keluarga dalam wadah HAKPW ini khususnya dan organisasi yang lain pada umumnya. Keluarga yang Saling mengingatkan dikala bahagia, saling menyayangi dikala dekat, saling menjaga kehormatan dikala duka, saling mendo'akan dalam kebaikan dan ketakwaan, saling menyempurnakan dalam peribadatan.
Wahai sang pengikat rindu…wahai sang pengikat hati…wahai sang penjaga makhluk...andai kau berkenan... limpahkanlah kepada kami ketaqwaan yang didalamnya ada sebuah pengikat rindu Rasulullah dan Khadijah al-Qubro ,yang kau jadikan mata air kasih sayang Imam Ali dan Fatimah al-Zahra, yang kau jadikan penghias keluarga Nabi- Mu yang suci dibulan yang suci ini
Ya Allah .....andai itu layak bagi kami maka cukupkanlah permohonan kami dengan ridha-Mu dan sempurnakanlah kebahagiaan dan kesejahteraan kami dengan menjadikan wadah HAKPW ini sebagai sarana ibadah kepadamu dan bukti pengikutan dan cinta kami kepada sunah Rasul-Mu
Amin...amin..yaa Mujiiba al-Sâilîn
*Ketua HAKPW periode 2006-2007

baca selengkapnya..
 
posted by iqra at 5:34 PM | Permalink | 0 comments
Sikap Yang Terlupakan
Oleh: Ary El Anjarie *

Arus modernisasi saat ini membawa umat manusia menuju kehidupan yang lebih mapan. Tentu hal ini jika ditilik dari sisi positifnya saja, namun tidak menafikan bahwa seiring dengan kemajuan sebuah peradaban, semakin konpleks pulalah problematika kehidupan yang terjadi. Hal ini bisa kita lihat dalam berbagai elemen kehidupan di masyarakat. Dekadensi moral yang kian hari kian menjangkiti kawula muda. Tindak kriminalitas yang semakin menjadi seiring dengan semakin maraknya tontonan yang tidak sesuai dengan tujuan utamanya, sebagai sarana pendidikan dan peningkatan Sumber Daya Manusia. Ditambah kebebasan pers yang tidak kenal lelah mengeksplorasi segala tindak kejahatan yang terjadi. Baik disadari ataupun tidak, kebebasan pers ini berdampak negatif bagi kelangsungan sebuah komunitas. Masyarakat akan beranggapan bahwa tindakan kriminal sudah tidak menjadi hal tabu lagi. Dan merekapun semakin tidak merasa malu untuk melanggar norma-norma kehidupan yang selama ini dijadikan sebagai landasan hidup bersosial. Keadaan seperti inilah yang menjangkiti Tanah Air kita kini.

Keadaan yang carut-marut ini tak cukup sampai disini, krisis multidimensi pun merongrong Bumi Pertiwi kita. Krisis moral, ekonomi, juga krisis Sumber Daya Alam. Sebuah riset mengatakan bahwa cadangan batu bara kita akan habis pada tahun 2035, yang lebih ironis lagi, cadangan minyak bumi kita hanya akan bertahan 10-15 tahun kedepan. Meskipun hal ini hanya merupakan hasil dari analisa, tapi bukti-bukti konkrit sudah ditemukan. Ditambah dengan bencana alam yang tak kunjung berakhir. Tsunami yang mengguncang bumi Aceh, gempa bumi, banjir lumpur dan berbagai bencana lainnya. Seakan bumi derita yang tak berkesudahan. Bumi yang dulu pernah dijuluki "jamrud khatulistiwa" ini, sekarang tak lebih hanya menjadi dongeng pengantar tidur.

Ironisnya semua kegetiran ini tak disikapi dengan bijaksana. Pemerintah maupun wong cilik masih sering mencari kambing hitam. Bukan mencari solusi terbaik dalam menghadapi cobaan yang datang, akan tetapi malah diasyikan dengan budaya saling menyalahkan. Usia Indonesia yang kini genap 61 tahun 20 hari ternyata tak membuat Indonesia semakin dewasa. Para Ulama terlena dengan perdebatan berbaukan syariat. Hanya dikarenakan perbedaan-perbedaan furuu'. Padahal disana ada hal yang lebih utama yang harus dilakukan. Masih banyak masyarakat yang ber-KTP-kan Islam, tapi tingkah dan sikap tak mencerminkan kepribadian Muslim. Coba kita sama-sama simak jawaban seorang masyarakat dengan idenditas Muslim yang sempat ditanya tentang penyebab bencana terjadi. Yang membuat penulis tergelitik, bukan jawaban logis atau jawaban seorang Muslim yang ia katakan. Tapi dengan semangat ia menjawab "Nyai Rorok Kidul sedang marah, Tsunami itu hanya gerakan ekornya saja, gunung meletus itu hanya semburan air ludahnya". Bukankah ia Muslim? Tapi jelas-jelas ia percaya dengan kekuatan selain Allah swt. benarkah aqidah ke-Islamanya? Hal ini yang menjadi tugas Muslimin semua. Ingat!, Ia tidak seorang diri, melainkan disana ratusan bahkan ribuan masyarakat yang berkeyakinan demikian.

Sikap Yang harus diambil saat ini adalah merapatkan barisan, saling berpegang tangan, bersatu padu dalam membangun Nusantara berjaya kembali. Rasa egoisme, fanatisme golongan jauh-jauh kita tinggalkan. Bukan perbedaan yang kita cari tapi jalan tengah yang harus kita tempuh. Bukankah sebaik-baik perkara adalah pertengahannya? Indonesia bumi kita bersama. Tempat dimana beta dilahirkan dan peraduan kita berehat di hari tua. Ingat masa depan Indonesia adalah tanggung jawab kita bersama.
*Sekretaris HAKPW periode 2006-2007

baca selengkapnya..
 
posted by iqra at 5:16 PM | Permalink | 0 comments
Minal 'Aidîn wal Faizîn
Oleh: Zainal Jamaluddin, Lc*

Manusia setiap saat selalu dihadapkan pada pilihan baik dan buruk. Karena itu, manusia dinamakan makhluk moral. Sebagai makhluk moral, manusia dapat berpihak pada kebenaran, tetapi dapat pula terjerumus pada keburukan dan kejahatan. Firman Allah: "Allah mengilhamkan kepada jiwa (manusia) kefasikan dan ketakwaannya." (Q.S. al-Syams: 8).

Ada dua faktor yang selalu menggoda dan menjerumuskan manusia, yaitu nafsu dan setan. Dikatakan, nafsu selalu mengajak manusia kepada keburukan (Q.S. Yusûf: 53). Demikian pula setan. Dikatakan, setan dengan berbagai cara terus berupaya menyesatkan manusia (Q.S. al-A'râf: 16-17) dan menjadi musuh abadi anak manusia sepanjang masa (Q.S. Yusuf: 5). Di antara keduanya, terdapat cara yang berbeda dalam menjerumuskan manusia. Nafsu mengemukakan keinginannya tanpa kompromi sedikit pun. Ia diibaratkan seperti anak kecil. Apa yang diminta harus dipenuhi dan tidak bisa diganti dengan yang lain. Kalau tidak dipenuhi, ia akan meronta dan meronta lagi sampai keinginannya terpenuhi. Ketika terpenuhi, ia terdiam beberapa lama untuk selanjutnya meminta dan menuntut kembali.
Berbeda dengan nafsu, setan memiliki cara dan gaya tersendiri. Setan menggunakan strategi yang bersifat kompromistis alias tawar-menawar. Ia menetapkan sasaran-sasaran mulai dari yang tertinggi hingga yang terendah. Apabila sasaran tertinggi tidak dicapai, ia menawarkan sasaran di bawahnya, dan begitu seterusnya. Pada saat iman manusia sedang menguat, setan menyingkir untuk sementara waktu. Tetapi, ketika lengah, ia datang dan menyerang lagi. Inilah makna kata al-khannâs, yakni setan yang bisa bersembunyi yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia (Q.S. al-Nâs: 4-5). Berbeda dengan nafsu, setan tidak pernah berhenti menggoda manusia sampai manusia menjadi temannya. Beberapa perangkap dipakai setan untuk menyesatkan manusia. Pertama, menjanjikan kemiskinan, sehingga manusia menjadi kikir dan pelit (Q.S. al-Baqârah: 268). Kedua, menyebarkan permusuhan dan kebencian (Q.S. al-Maidah: 91), sehingga kawan menjadi lawan dan saudara menjadi musuh. Ketiga, meniupkan angan-angan kosong (Q.S. aL-Nisâ': 120), sehingga manusia malas bekerja dan beramal saleh karena terbuai oleh mimpi-mimpi indah.

Ibadah puasa sesungguhnya merupakan sarana latihan agar orang beriman mampu mengalahkan godaan nafsu dan setan. Puasa diperintahkan agar manusia memperoleh pengalaman-pengalaman berstruktur yang akan membentuk dan mempertinggi imunitas atau daya kekebalan fisik dan jiwanya, sehingga ia menjadi orang yang sehat secara jasmani maupun rohani. Inilah manusia takwa yang ingin dicapai melalui ibadah puasa.

Jadi, orang yang berpuasa pada hakikatnya adalah orang yang menang dalam arti mampu mengalahkan godaan nafsu dan setan. Sebagai pemenang, maka di penghujung bulan Ramadhan ini, mereka layak mendapat ucapan selamat dengan iringan doa: Minal 'Aidîn wal Faizîn. Semoga kita menjadi pemenang di arena Jihâd Akbar melawan godaan nafsu dan setan. Amin.
*Mahasiswa Pasca Sarjana Univ. al-Azhar.

baca selengkapnya..
 
posted by iqra at 5:02 PM | Permalink | 0 comments
Seputar Nuzulul Qur'an
Ahmad Yusrie Zarkasyi, Lc*
Tidak diragukan lagi bahwa Al-Qur'an, sebelum
diturunkan kepada Rasululullah Saw, disimpan di suatu tempat yang bernama Lauh al-Mahfudz (Q.S. AlBurûj: 21-22). Bukan hanya al-Qur’an, seluruh kejadian yang telah, sedang dan akan terjadi di alam ini pun telah dicatat di tempat tersebut. Tentang Lauh al-Mahfudz, Imam Alusi berkata, ”Kami mempercayainya tanpa harus mencari hakikatnya maupun bagaimana pencatatan didalamnya”. (Lihat Rûhul Ma‘ânî, Tafsîr Sûrah al-Burûj). Dari Lauh al-Mahfudz, bagaimanakah perjalan (turunnya) al-Qur'an selanjutnya? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita menelaah surat al-Baqarah ayat 185, al-Dukhân ayat 3 dan al-Qadar ayat 1.
Ketiga ayat tersebut, secara implisit, menunjukkan bahwa al-Qur'an turun secara langsung dan utuh pada malam Lailatul Qadar. Turunnya al-Qur’an pada malam tersebut, masih berdasarkan teks ayat diatas, tidak seperti turunnya al-Qur'an kepada Rasulullah Saw. Karena al-Qur'an turun kepada Rasulullah Saw secara berangsur-angsur selama masa kenabian, sedang makna implisit dari ketiga ayat tersebut menunjukkan bahwa al-Qur'an turun secara langsung dan utuh di suatu tempat. Tempat tersebut terletak di langit dunia yang bernama “Baitul Izzah” sebagaimana riwayat Ibnu Abbas: ”al-Qur'an diturunkan (dari Lauh al-Mahfudz) dalam satu tempo ke langit dunia pada malam Lailatul Qadar, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur (ke bumi) selama 20 tahun”. (HR. Hakim dan Baihaqy). Ringkasnya, perjalanan al-Qur'an dari Lauh al-Mahfudz tidak langsung ke bumi, melainkan “transit” terlebih dahulu di Baitul Izzah. Demikian pendapat mayoritas ulama tentang proses Nuzûl al-Qur’an. Kendati demikian tidak semua ulama sependapat dengan konsorsium diatas.

Imam Zarkasyi dalam Al Burhânnya mengklasifikasi 3 pendapat ulama tentang proses Nuzûl al-Qur’an sebagai berikut:
1. Dari Lauh al-Mahfudz, Al-Qur'an turun ke Baitul Izzah pada satu malam Lailatul Qadar secara langsung (munajjam), kemudian turun berangsur-angsur kepada Rasulullah Saw. Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama, semisal Imam As-Suyûthî, Thabarî, Qurthubî, Abu Syahbah dll.
2. Dari Lauh al-Mahfudz, Al-Qur'an turun ke Baitul Izzah selama 20 malam Lailatul Qadar, ada yang berpendapat selama 23 bahkan 25 malam Lailatul Qadar. Pada setiap malam Lailatul Qadar, Allah Swt menurunkan beberapa ayat untuk setahun sampai tiba malam Lailatul Qadar selanjutnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Muqatil, Imam Abdullah al-Halimî dan Mawardî.
3. Al-Qur'an mulai diturunkan –dari Lauh al-Mahfudz-- kepada Rasulullah Saw pada malam Lailatul Qadar tanpa “transit” terlebih dahulu di Baitul Izzah (karena kelompok pendapat ini tidak mengakui adanya Baitul Izzah). Yang termasuk dalam kelompok pendapat ini yaitu Sya’bî, Muhammad Abduh, Rasyid Ridhâ dan Ibnu Asyur. Secara sekilas, pendapat pertama dan kedua selaras dengan makna implisit ketiga ayat diatas. Berbeda dengan pendapat ketiga yang menafikan adanya Baitul Izzah. Namun, benarkah demikian adanya? Marilah kita kaji lebih teliti.
Bila kita mengkaji riwayat yang mengatakan adanya Baitul Izzah, semua sanadnya (para perawi) meriwayatkan dari Ibnu Abbas secara mauquf (yaitu Hadits yang diriwayatkan seorang sahabat secara tidak langsung dari Rasulullah Saw yang belum tentu bisa dinisbahkan kepada Rasul Saw). Dari sisi sanad, Imam Hakim mengesahkan kesahihan hadits tersebut. Demikian juga Al-Nasâ`î dan Imam Suyûthî. Dari sisi matannya (teks hadits), hadits tersebut berbicara tentang hal-hal yang ghaib (ghaibiyyat). Dalam kaidah Ilmu Hadist, sebuah hadits mauquf, bisa dinisbahkan (dirafa=diangkat) kepada Rasulullah Saw bila memenuhi 2 syarat:.(1) Hadist yang diriwayatkan berkenaan dengan hal-hal yang tidak bisa dijangkau dengan akal (metafisika). (2) Sahabat (perawi) tersebut tidak termasuk orang-orang yang meriwayatkan riwayat-riwayat Israiliyyât (riwayat-riwayat Ahli Kitab). Mengenai syarat pertama, telah kita ketehui bersama bahwa riwayat tentang Baitul Izza termasuk dalam ghaibiyyat yang tidak bisa dijangkau oleh akal. Namun, berkenaan dengan syarat kedua, penulis lebih cenderung memihak pendapat Prof. Dr. Ibrahim Abdurrahman Khalifah (Kepala Jurusan Tafsir Fakultas Usuluddin Univ. Al-Azhar) yang menemukan data tenyata Ibnu Abbas Rahimahullah –wa Allahu A’lam—juga meriwayatkan beberapa riwayat dari Ahli Kitab.

Perlu ditegaskan disini, hendaknya pembaca tidak buru-buru negative thinking kepada Ibnu Abbâs. Karena bisa jadi, ia menganggap apa yang diadopsinya dari Ahli Kitab tidak membahayakan buat dirinya, meskipun itu ternyata membahayakan buat orang lain. Atau ia menganggapnya tidak bertentangan sama sekali baik dengan al-Qur'an maupun Sunah. Berikut beberapa data yang menuturkan bahwa Ibnu Abbas telah meriwayatkan Israiliyyât:
1. Ketika menelaah biografi Ka’ab al-Ahbar, salah seorang mantan Ahli Kitab yang banyak meriwayatkan Israiliyyat, disebutkan bahwa Ibnu Abbâs termasuk salah-seorang yang meriwayatkan darinya (Ka’ab al-Ahbar). Lihat, misalnya, Tahdzîb al-Tahdzîb karangan Ibnu Hajar juz 7 hal. 438, juga (lihat) Khulashah Tadzhîb Tahdzîb al-Kamal Fî Asmâ' al-Rijâl karya Shafiyuddin al-Khazrajî hal. 321.
2. Berkenaan dengan riwayat-riwayat Israiliyyat yang diriwayatkan Ibnu Abbâs, bisa dilihat dalam penafsiran ayat-ayat berikut:
- Surah Sha`: 34. Yaitu kisah tentang setan yang mencuri cincin Nabi Sulaiman AS dari salah satu istrinya.
- Surah al-Baqarah: 102. Yaitu kisah tentang dua malaikat yang diturunkan ke bumi pada zaman nabi Idris AS. Kedua malaikat tersebut akhirnya tergoda oleh seorang wanita.
- Surah al-Thalâq: 12 . Yaitu kisah tentang adanya tujuh bumi dimana di setiap lapisannya terdapat Nabi Adam AS, Nabi Ibrahim AS dan seterusnya sampai Nabi Muhammad Saw.
Imam Ibnu Katsir, setelah menyitir kisah-kisah tersebut dalam tafsirnya, mengomentari bahwa kisah-kisah tersebut bukan hanya jenis Israiliyyat yang tidak diamini oleh al-Qur'an, bahkan lebih dari itu, kisah-kisah tersebut sangat tidak logis.

Kembali ke riwayat adanya Baitul Izzah --yang juga bersumber dari Ibnu Abbâs, sangat mustahil rasanya riwayat tersebut bisa di nisbahkan (dirafa’) kepada Rasulullah Saw. Karena berita tentang adanya Baitul 'Izzah sangat bersinggungan sekali dengan akidah yang seharusnya diketahui oleh banyak sahabat, tapi kenyataanya hanya diketahui oleh seorang saja (Ibnu Abbâs). Dalam Ilmu Hadist, jenis riwayat seperti ini—yang bersumber dari satu orang—disebut Ahad. Abû Shahbah berpendapat bahwa percaya kepada Al-Sam’iyyât (perkara-perkara akidah yang hanya bisa didengar) sebagaimana adanya Baitul Izzah, tidak harus bersandar kepada hadits yang mutawatir (yaitu yang diriwayatkan oleh banyak orang yang terpercaya kejujurannya), tapi bisa dengan hadits Ahad meskipun masih diduga (al-Dzan) kebenarannya.
Sementara itu, ada pendapat lain --seperti Muhammad Abduh-- yang mengatakan bahwa akidah adalah sesuatu yang harus diyakini maka sandarannya pun harus pasti dan kuat (mutawatir). Dengan demikian, dalil-dalil yang masih diduga kebenarannya tidak bisa dijadikan sandaran dalam akidah sebagaimana dalil (Hadits) tentang adanya Baitul Izzah, apalagi jika perawinya (Ibnu Abbâs) diketahui telah meriwayatkan Israiliyyat. Oleh karena itu, ia (Muhammad Abduh) memilih pendapat yang ketiga tentang proses Nuzulul Qur’an. Wa Allahu A’lam.

Di depan telah disinggung bahwa ketiga ayat diatas, secara tekstual, mengindikasikan bahwa Al-Qur'an diturunkan pada bulan Ramadhan secara keseluruhan di suatu tempat (Baitul Izzah). Benarkah demikian adanya? Marilah kita ‘kupas’ satu persatu. Dalam ayat ke-185 al-Baqarah, disebutkan bahwa al-Qur'an yang diturunkan pada bulan Ramadhan disifati Hudan li al-Nâsi (petunjuk bagi manusia). Sifat tersebut (sebagai petunjuk) lebih layak dinisbahkan kepada al-Qur'an saat di bumi dari pada saat di langit bumi (Baitul Izzah). Bagaimana al-Qur'an bisa disifati sebagai petunjuk bagi manusia jika ia (al-Qur'an) masih berada di langit dunia (Baitul Izzah). Dengan demikian, makna Anzalnâhu (Kami turunkan Al-Qur'an) –pada ayat tersebut-- yakni “Kami turunkan Al-Qur'an ke bumi, bukan ke langit bumi (Baitul Izzah).” Demikian juga interpretasi ayat ke-3 surah Al-Dukhân. Karena Indzar (peringatan) dalam ayat tersebut tidak teraktualisasi kecuali di bumi (bukan di langit bumi, Baitul Izzah). Bagaimana dengan surah al-Qadr? Pada ayat ke-4, disebutkan bahwa pada malam itu (Lailatul Qadr) malikat Jibril beserta malaikat-malaikat yang lain juga turun; meski tidak dijelaskan secara implisit tentang turunnya malaikat, apakah turun ke bumi atau ke langit dunia? Kita tidak boleh terburu-buru menyimpulkan bahwa turunnya malaikat --saat itu-- ke langit dunia berdasarkan riwayat Ibnu Abbas diatas. Karena riwayat tersebut masih lemah sehingga tidak bisa dijadikan penguat ayat tersebut. Sekali lagi Wa Allahu A’lam.
*Mahasiswa Pasca sarjana Univ. al-Azhar

baca selengkapnya..
 
posted by iqra at 2:20 PM | Permalink | 2 comments