Tuesday, September 26, 2006
Suara Hati Ketua
Oleh M. Amin Azhubairy*
Rasa syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah menciptakan waktu. Dengan waktu inilah kita dapat melaksanakan aktifitas dan rutinitas sehari-hari. Shalawat beriring salam semoga selalu tercurah pada baginda nabi Muhammad Saw.
Sesungguhnya Allah Swt. tidak menciptakan hamba-Nya dengan sia-sia. Dia memerintahkan manusia untuk memahami petunjuk-Nya secara universal terperinci dan menyediakan tempat tersendiri bagi setiap kelompok. Juga diberikan kepada mereka alat
untuk memepelajari ilmu dan mengamalkannya. mulai dari hati, penglihatan dan semua panca indra lainnya sebagai nikmat dan karunianya.
Bagi saya, hidup itu bermakna, berkualitas, amanah, disiplin, juga tidak mengharapkan pujian, penghargaan, dan imbalan karena kenikmatan tidak di dapat dari besarnya pendapatan, tetapi dari apa yang dipersembahkan. Hidup ini hanyalah menunggu saat kematian. Menjadikan shalat dan sabar sebagai penolong.

Hati nuraniku berkata “disini tampak adanya kejanggalan”. Teladan dan panutan yang sangat langka dalam kehidupan bermasyarakat kita, sehingga memberikan saya inspirasi untuk menulis kata bijak. Paling tidak, kita dapat menjadi panutan bagi diri sendiri, panutan bagi keluarga dan panutan bagi bawahan yang percaya kepada kita. Hal ini memang merupakan sesuatu yang urgent, namun tampaknya, masalah yang important (penting) ini belum sempat ditangani. Jika diibaratkan suatu pohon, pohon ini memperlihatkan keadaan pohon yang kering kerontang dan gundul, akibat segala macam krisis yang dialami. Krisis ilmu pengetahuan, sosial budaya, kepercayaan, kepemimpinan, bahkan akhlak dan moral. Namun inilah fakta, dimana kerja sama menjadi sekedar hiasan di bibir saja. Betapa inilah yang sekarang ini merupakan kenyataan dalam kehidupan kita berkeluarga dan bermasyarakat. Dalam keluarga kita saling membutuhkan kehangatan, dan itu hal penting. Hidup itu bukan untuk diri sendiri, hidup itu untuk saling memberi manfaat. Bukankan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Membentuk sikap prilaku kita, menata ucapan dan raut muka. Untuk itu pengaruh keluarga sangatlah besar.

Penulis bukanlah seorang ilmuwan yang intelek, tetapi seorang praktisi yang dengan rendah hati mencoba melihat, menganalisa, dan mencari pemecahan masalah melalui adanya suatu “kebutuhan”. Pondasi kehidupan keluarga adalah ajaran agama, dari sana kita mulai mempelajari sifat-sifat mulia. Kesetiaan, kasih sayang dan lain sebagainya. Keluarga adalah unit terkecil yang menjadi pendukung dan pembangkit lahirnya rasa kasih sayang dan kesetiaan. Mengubah pemikiran, sikap, dan prilaku dengan Menyemai jati diri yang berarti Menemukan dan membangun jati diri. Seperti apa yang dikatakan Chinese Proverb (pepatah Tionghoa).
Jika ada cahaya didalam jiwa, akan ada keindahan didalam pribadi jika ada keindahan (kecantikan) dalam pribadi, akan ada kedamaian dalam keluarga Jika ada kedamaian (harmony) dalam keluarga, akan ada ketertiban dalam masyarakat jika ada ketertiban didalam keluarga dan masyarakat maka akan tercipta suatu kedamaian dan ketentraman di dalam dunia.

Pembaca yang di cintai Allah!
Keberhasilan kita menjadi seorang insan madani adalah harapan dan keinginan, maka kesungguhan diri kitapun mesti kita persiapkan dalam merubah keburukan yang ada menjadi sesuatu yang bernilai.

Seiring hal ikhwal tersebut, beberapa waktu lalu pergantian kepengurusan HAKPW telah kita laksanakan. Kegiatan rutinitas keorganisasian yang sudah biasa dilakukan. Namun tak bisa dilepaskan dalam tatanan organisasi dan mekanismenya, Manfaat, perkembangan dan kemajuan yang bisa diberikan bukan sekedar dari ekspresi dan formalitas, melainkan kinerja yang efektif dan maksimal. Kesetiaan, kasih sayang serta sikap saling membutuhkanlah yang mudah mudahan bisa merombak wadah HAKPW ini ke depan. Insya Allah.
*Ketua HAKPW Periode 2006-2007

baca selengkapnya..
 
posted by iqra at 4:47 AM | Permalink | 1 comments
Membentuk Watak
Oleh : Hamzan Soelman Nurie*
Manusia tergantung pada awal proses berpikirannya. Pikiran manusia pun dipengaruhi oleh hati nurani, sehingga pemikiran yang benar hanya di peroleh jika mata hati kita terbuka dan bersih. Dari analogi di atas, dapatlah kita ambil suatu pelajaran. Bahwasanya nasib berada pada tangan manusia itu sendiri. Bahwa tindakan kita hasil dari pemikiran kita, sedangkan kebiasaan kita adalah hasil dari tindakan kita, nasib kita juga hasil dari kebiasaan (karakter) kita.
Untuk itu, mari kita upayakan untuk tahu apa yang kita inginkan dari mengubah pikiran, sikap, dan perilaku untuk membentuk pribadi yang efektif guna mencapai sukses sejati. Dan mari kita rancang nasib kita, di sertai dengan do'a semoga Allah Swt. menjadikan nasib yang akan kita rancang ini di tentukan Allah Swt. sebagai takdir.
Jati diri adalah langkah awal untuk membentuk watak kita . Dengan memudarnya, redupnya bahkan hilangnya jati diri kita, berarti pudar, redup bahkan hilang pula watak untuk dapat memperbaiki diri kita. Salah satu yang perlu kita lakukan adalah memperbaiki kehidupan beragama kita lebih dulu. Kita harus meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah Swt., kita luruskan kehidupan beragama dengan menjalankan sikap dan prilaku yang sesuai dengan ajaran agama dari waktu ke waktu. Bagi yang terlanjur berbuat banyak salah, sebaiknya bertaubat kepada Allah Swt. Kita bersyukur kepada Allah yang Maha Pengasih, Penyayang dan Pengampun. Oleh karena itu, kita harus mengubah watak kita dengan memperbaikinya terlebih dulu.

Ada asumsi mengatakan bahwa manusia yang sudah berumur 40 tahun sudah tidak bisa merubah wataknya lagi, bahkan ada ungkapan dalam Bahasa Jawa yang mengatakan "nek watuk iso diobati nek watak ora iso diobati" (kalau batuk bisa diobati tapi kalau watak tidak bisa di obati.). Akan tetapi, pada kenyataannya watak itu bisa di ubah. Karena watak terbentuk sebab adanya faktor/hasil, ajaran, pengalaman hidup atau pengaruh lingkungan. Dan watak itu akan menyatu dengan diri kita, jika ia sudah berumur lama. Memang merubah sesuatu yang sudah mendarah daging dalam diri kita tak semudah kita membalikan kedua belah tangan, semua itu perlu proses. Semua kembali pada diri individu masing-masing. "Innakum a'lamu bi umuri dunyâkum".

When wealth is lost, nothing is lost
When health is lost, something is lost
When character is lost, everything is lost
* Sek.Redaksi

baca selengkapnya..
 
posted by iqra at 4:41 AM | Permalink | 0 comments
Antara Wajib Dan Haram
Oleh : Putra Pantai Selatan*
Kata "nazar" secara etimologi adalah janji; janji baik atau buruk. Sedangkan secara terminologi adalah menetapkan kewajiban bagi diri sendiri (untuk taqarrub/ibadah) pada Allah Swt. walaupun hukum asalnya tidak wajib.
Nazar ada dua macam, nazar yang bersikeras untuk dekat (melantur-lantur perdebatan) atau mengeluarkan sumpah yang tidak mengarah pada ibadah, jika tidak bisa terlaksana akibatnya wajib membayar kifarat sumpah atau menetapkannya sebagai nazar.
Adapun yang kedua adalah nazar mujâzah. Orang yang bernazar tidak mengaitkan dengan sesuatu, maka nazar itu wajib di laksanakan. Ada kaitannya dengan hal yang diperkenakan dan ditaati misalnya seorang mahasiswa al-Azhar sedang ujian ia berkata: seandainya saya sukses demi Allah Swt. saya akan puasa dan tasyakuran dan mengundang angota HAKPW". Maka jikalau harapannya terpenuhi, ia wajib melaksanakan nazarnya, Apabila dia bernazar puasa, ia harus berpuasa minimal 1 hari, Andai kata ia bernazar untuk tasyakuran, maka wajib pula baginya untuk menunaikan apa yang ia nazarkan, walaupun hanya dengan sebungkus makanan ringan dan sebotol air mineral. Begitu pula, jika dia bernazar dengan jumlah besar, umpamanya ia bernazar, ”apabila saya bisa mendapatkan apa yang saya inginkan dengan izin Allah tentunya, Insya Allah saya akan meyembelih 1 ekor unta”, maka ia wajib melaksanakannya (demikian menurut pendapat Qadhi Abu Thayib) Lalu para mushannif merinci uraian terdahulu (mengulasnya), "tiada nazar yang di kaitkan dengan perilaku maksiat”, (maksudnya nazar tidak sah apabila nazar dikaitkan dengan perilaku maksiat misalnya: Seandainya saya berhasil mebinasakan Si Fulan ( tanpa alasan yang benar), maka saya akan berpuasa 1 bulan.

Keterangan:
Contoh nazar, saya akan membinasakan Si Fulan bin Fulan, maka nazar ini tidak sah, dengan kata lain tidak wajib di laksanakan, bahkan wajib di hindari atau lebih tegasnya, haram dilaksanakan, demikian pula nazar lain yang menjurus pada hal-hal maksiat. Berbeda dengan contoh nazar berikut: “Saya akan berpuasa, kalau saya jadi presiden PPMI, maka nazar itu sah dan wajib melaksanakanya. Dan juga tidak sah, nazar terhadap kewajiban yang bersifat wajib 'ain. Misalnya: nazar sholat 5 waktu. Lain halnya dengan wajib kifayah, maka orang tersebut wajib melaksanakannya (demikian keterangan yang di muat dalam kitab Raudhah).
Nazar berbuat kebaikan wajib dilaksanakan, bahkan kalau tidak dilaksanakan berarti ia melanggar nazarnya, dan ia wajib menbayar kifarat (sejumlah kifarat sumpah). Sebaliknya nazar berbuat maksiat (atau hal hal yang mengarah pada maksiat) maka tidak wajib dilaksanakan dan hukumnya adalah haram untuk melaksanakannya, sebagaimana yang telah terurai pada uraian yang diatas. Umpamanya bernazar akan berzina atau pesta pil koplo dan perbuatan-perbuatan haram lainnya Kemudian (masih terkait dengan permasalahan di atas) nazar untuk berbuat taat merupakan nazar kebaikan, dengan syarat “ketaatan” tersebut tidak tercakup dalam cakupan yang bersifat 'ain, seperti sholat 5 waktu, puasa romadhon atau haji, nazar seperti ini, tidak sah untuk di tunaikan, karena hal-hal tersebut (sholat 5 waktu, puasa, haji) termasuk dalam lingkupan fardhu yang bersifat 'ain. Kalaupun tidak bernazar itu memang sudah merupakan kewajiban yang sudah jelas, dan harus dilaksanakan dengan memenuhi syarat rukunnya. Dan meninggalkannya adalah dosa. Tetapi jika semisalnya yang di nazarkan itu perbuatan yang berada dalam lingkup fardhu kifayah atau bersifat sunah. Contoh perkara: “Kelak, jika saya sembuh dari penyakit yang sedang saya alami, saya akan mengkhatam kan Al-Quran dalam satu bulan ini 3x. Dan sebagainya. Maka nazar yang demikian itu wajib dilaksanakan.

Dan tidak boleh bernazar untuk meninggalkan hal-hal yang bersifat mubah, atau nazar untuk melakukan hal hal yang mubah Misalnya: “Saya tidak akan makan Ayam panggang dan juga tidak akan minum sari buah. Atau hal-hal yang serupa dan bersifat mubah, Menurut Imam Bagawi ra. dalam keterangan beliau di dalam kitab Muharrar dan Minhaj, orang yang melanggar nazar mubah tersebut wajib membayar kifarat sebagaimana yang berlaku bagi pelanggar sumpah. Berbeda dengan keputusan/ketetapan imam Nawawi ra. Yang di muat dalam kitab Raudhah menyatakan bahwasanya membayar kifarat bagi pelanggar nazar mubah tidak wajib.
* Bidang Sos & Kesejahteraan HAKPW



baca selengkapnya..
 
posted by iqra at 4:13 AM | Permalink | 1 comments
Menatap Kembali HAKPW
Oleh : El-mandiri *
Banyak sudah koak-koakan keinginan untuk memajukan almamater kita (baca: HAKPW) yang keluar dari bibir kita. Sudah banyak pula rencana dan program kerja baru yang dicanangkan pada setiap pergantian periodenya, dengan stressing ingin menghidupkan kembali organisasi yang sedang redup ini, menjadi organisasi yang eksis. Tapi pada kenyataannya hal itu hanya menjadi penghias bibir semata. Permasalahan inilah yang senantiasa menjadi momok pada setiap kepengurusan khusunya pada HAKPW sendiri. Sungguh ironis sekali bukan jika kita sampai merasa malu untuk mengatakan "saya bangga sebagai aggota HAKPW (Baca: alumni PPWS) sedangkan kita sendiri belum pernah memberikan konstribusi yang nyata bagi almamater kita ini, ya..sedikitnya bisa membanggakan lah!.

Sepintas kita melirik salah satu almamater disekitar kita, begitu solidnya kebersaman mereka dalam mengusung organisasi almamaternya. Prestasi yang mereka raih dalam studi, organisasi, atau bidang yang lainnya. Baik disadari ataupun tidak hal ini berpengaruh positif bagi kelangsungan organisasi yang mereka miliki. Dengan prestasi yang diraih berarti memberikan kontribusi nyata bagi pondoknya. walau bukan berupa materi, karena kontribusi tidak terbatas kepada hal yang bersifat materi saja melainkan juga prestasi yang diraih. logikanya seorang
yang berprestasi akan dikenal, termasuk jawaban dari pertanyaan yang akan muncul "dia dari almamater mana sich?" begitu juga sebaliknya.

Yah..memang kita sadari untuk memberikan konstribusi yang berupa materi kepada pondok kita belum bisa dilakukan untuk saat ini, tapi itu tidak bisa kita jadikan alasan utama sebagai penghambat. Penulis masih ingat apa yang telah disampaikan Pimpinan Pondok kita KH. M. Zainuddin MA, dalam salah satu sambutannya kepada para calon alumni bahwa walaupun kita ditengah-tengah masyarakat nantinya "tidak bernilai" tapi setidaknya kita harus menjadi salah satu yang bermanfaat bagi masyarakat dalam sisi positif tentunya, seperti yang diibaratkan oleh beliau "Hendaknya kita menjadi tali pengikat, meskipun dalam pandangan orang berapalah harga seutas tali? Tapi yang terpenting kegunaanya bukan harganya secara materi".

Oke-lah sekarang kita tinggalkan permasalahan diatas, tapi yang perlu kita ingat masalah ini adalah masalah kita bersama, maka jadikan masalah ini sebagai "PR" buat kita. Dan yang terpenting ialah kita harus tetap bangga dengan background (baca:almamater) kita saat ini, bukan bangga karena prestasi yang dimiliki orang lain tapi banggalah dengan prestasi kita masing-masing. Karena jikalau anak-anak Ngabar seluruhnya berprestasi, entah itu pada studinya, organisasinya, atau setidaknya memiliki satu keahlian yang mumupuni, maka dengan izin Allah Swt. Almamater yang kita cintai ini mendapat kesan yang baik dimata orang lain seperti yang kita harapkan.

Taggal 14 malam tepatnya, di pesisir Pantai Wisata Jamashah, diterangi bulan dan bintang nan indah bersinar. Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) masa bakti '05-'06 resmi diterima. Setahun lamanya HAKPW dinakhodai oleh Irawansyah Putra yang kerap kali lebih santai dipanggil Bang Irawan. Memang tidak semudah yang kita pikirkan untuk mengubah HAKPW ini lebih baik dari sebelumnya. Begitu juga yang telah dialami oleh Irawansyah, tapi lagi-lagi yang sering dihadapi Irawansyag pada masa kepengurusannya ialah masalah reaksi anggota HAKPW itu sendiri terhadap Almamternya. Terbukti dengan kehadiran teman-teman HAKPW dalam acara "Temu Kangen" di Hadiqah el Dauliyah. Kita sepakat untuk hadir dalam acara ini. Tapi pas hari "H" nya bisa kita tebak, ternyata tidak sampai setengah dari anggota HAKPW yang hadir. Jadi acara yang berorientasi pada pemecahan masalah HAKPW pun tak terlaksana dengan baik bahkan kita pun tidak dapat solusi. Tapi yang jelas hasilnya ialah kita semua sepakat bahwa HAKPW ini kita jadikan sebagai wadah bersilaturrahmi bukan sekedar "kumpul kebo" tapi lebih kita condongkan pada kekuatan tali bersilaturrahmi.

Selangkah lebih maju HAKPW kita saat ini, dengan terpilihnya saudara Amin sebagai ketua masa bakti '06-'07 secara demokratif. Seperti yang pernah dialami pengurus sebelumnya, yaitu awal ketika menjabat sebagai ketua maka begitu banyak rencana-rencana yang telah diatur guna ingin merubah HAKPW ini lebik baik dari yang sebelumnya. Seperti itu juga semangat perubahan yang dimiliki ketua kita saat ini, semoga dengan semangat yang membara ini dapat bertahan hingga akhir kepengurusan dan bisa diwariskan kepada generasi dibawahnya.
Merujuk kepada inti dasar dari terbentuknya suatu organisasi ialah karena ada yang membutuhkan. Maka dari itu, penulis ada beberapa catatan kecil yang dapat disampaikan kepada ketua baru HAKPW tahun ini yaitu:
Pertama: selama kepengurusan anda, jadikanlah almamater ini sebagai wadah bersilaturrahmi; seperti yang kita rasakan bersama ketika sama-sama memetik ilmu di Pondok. Ada kambing -maaf kakak pembibimbing maksudnya- dan juga adik kelas. Ketika sang adik mendapat masalah, maka sang kakak pun ikut membantu. Begitu juga sebaliknya.
Kedua: jangan terlalu bertele-tele ketika anda membuat program kerja, hemat penulis buatlah program kerja yang lebih bersifat untuk memperkuat tali silaturrahmi. Jangan karena tidak mau kalah dengan almamater lain, kita jadi ikut-ikutan mereka. Padahal hal itu belum bisa laksanakan. Maka lihatlah kemampuan kita terlebih dahulu!
Ketiga: pertahankan semangat anda, karena HAKPW kita saat ini perlu perhatian yang lebih banyak.

Terakhir yang perlu kita ingat bersama; perubahan HAKPW bukan pada ketua, bukan pada anggota, dan bukan pula pada senior-senior, tetapi perubahan berada pada "telapak tangan" kita bersama. Maka di tangan kitalah wajah HAKPW ke depan? di tangan kita jualah arah langkah HAKPW saat ini???


*Reportase Red.

baca selengkapnya..
 
posted by iqra at 4:10 AM | Permalink | 0 comments
Mari Bergandeng Tangan Menuju Pembaharuan
Oleh : Iyon El-Ngabari*
Mengingat arus perubahan masyarakat dewasa ini berlangsung sangat cepat dan radikal, sebagai konsekwensi dari arus globalisasi tersebut. Ditambah arus reformasi yang mengakibatkan perubahan-perubahan secara cepat di semua sektor di Negri Indonesia tercinta. Ditengah-tengah perubahan ini Pondok Pesantren Walisongo (PPWS) haruslah meneguhkan kembali identitas dan paradigma gerakannya. Agar ditengah-tengah perubahan tersebut PPWS tidak hanya berposisi sebagai obyek perubahan, bahkan menjadi sebuah subyek perubahan yang berpengaruh secara signifikan didalam fenomena perubahan.

PPWS saat ini telah mengalami pergantian kepemimpinan. Lima tahun sebelumnya dipimpin oleh KH. Zainuddin, M.Ag., K. Imam Hidayat S.Ag. dan Drs. K.H. Hariyanto, MA. dipindah amanahkan kepada K.H. Heru Saiful Anwar, MA., Drs. H. Moh. Ihsan, M.Ag. dan K. Imam Hidayat, S.Ag. Dibawah kendali beliau-beliaulah wajah PPWS lima tahun kedepan. Tepat pada tanggal 18 juni 2006, PPWS kembali meluluskan alumni-alumni baru generasi ke-40. Dengan demikian semakin banyak dan besar SDM yang mengemban amanah perjuangan PPWS itu sendiri. Himpunan Alumni Keluarga Besar Pondok Pesantren Wali Songo (HAKPW) tidak terlepas dari tanggung jawab amanah yang diemban oleh PPWS, karena HAKPW merupakan perpanjangan tangan dari perjuangan PPWS, tidak terkecuali HAKPW cabang Cairo yang berada ditengah-tengan dinamika masisir.

Ancaman terbesar didalam organisasi modern adalah pada internal organisasi itu sendiri (Djayadi, 2004). Salah satu kelemahan yang sering dan banyak didiskusikan oleh alumni-alumni PPWS adalah masalah efektifitas dan efesiensi gerak HAKPW sebagai lembaga. Kita sering terjebak dengan istilah-istilah “organisasi hidup dan organisasi mati” bahkan kita sering mendengar kata-kata “Organisasi jenis apakah HAKPW ini?”. Dan juga ada pernyataan “kemana penghuni HAKPW saat ini?”. Istilah dan pernyataan tersebut tidak lain ditujukan untuk HAKPW. Hal-hal semacam itu tidak sepatutnya kita perdebatkan karena hanya akan membuang-buang waktu. Saat ini kita butuh pergerakan. “Bergerak, bergerak dan bergerak” bukan hanya sekedar berbicara omong kosong belaka ataupun menunggu berdiam diri sampai datangnya “Sang-Pembaharu HAKPW” datang. Pergerakan tersebut Insya Allah sudah dimulai dari sejak berdirinya HAKPW di daerah-daerah di Indonesia sendiri pada umumnya dan di Cairo khususnya. Tinggal kita pada saat ini meneruskan tongkat estafet pergerakan HAKPW dikancah perjuangan baik yang ada di Indonesia maupun di Masisir khususnya. Bukankah Sebuah organisasi besar adalah organisasi yang mampu bertahan dan berjalan ditengah arus lingkungan yang kencang melawan misi dan eksistensinya. Sebuah organisasi besar pastilah tidak menyalahkan perkembangan lingkungan yang menghambat misi. Disinilah tantangan dakwah itu terjadi.

HAKPW cabang Cairo kini beranggotakan sekitar 40-an mahasiswa. Jumlah ini merupakan jumlah yang tidak sedikit jika dibandingkan dengan HAKPW yang berada di luar negri lainnya. Hal ini merupakan kabar gembira bagi ngabarians, tinggal bagaimana kitamengembangkan SDM itu sendiri. Bukankah keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya banyak dipengaruhi oleh kualitas SDM yang dimilikinya?. Dengan demikian akan mempermudah gerak laju HAKPW kedepan. Di Masisir HAKPW sudah bergerak lebih dari sewindu, selama rentan waktu itu HAKPW berperan sebagai penyambung sillaturrahim antar alumni yang meneruskan studinya di Negri Piramid ini. Tentunya melihat perkembangan dinamika organisasi masisir, wadah sillaturrahim masih relevan untuk terus diperjuangkan HAKPW, hanya saja pada saat ini kita perlu membungkus wadah tersebut agar kelihatan lebih menarik. HAKPW di Malang yang lebih dikenal dengan kota pelajar, mereka membungkus wadah sillaturrahim dengan kreatifitas yang mereka kembangkan. Seperti, mereka memulai usaha kecil-kecilan bersama, disamping mereka disibukkan dengan kegiatan-kegiatan kampus yang melelahkan, mereka masih menyisihkan waktu untuk berkumpul bersama.

Sekaranglah saatnya untuk membuat strategi-strategi “tandingan” dalam rangka memenangkan misi dalam singgungan lingkungan yang tidak kompromi lagi. Yakinlah memenangkan sebuah pertarungan bukan dengan mengutuk arus lingkungan yang tak terkendali. Memenangkan pertarungan adalah dengan strategi yang dinamis, progresif dan terencana. Mari kita bersama-sama bergandeng tangan menuju pembaharuan. Wallâhul Muwâffiq ilâ aqwâmi tharîq.
* Pimred IQRA’ 2006-2007

baca selengkapnya..
 
posted by iqra at 4:06 AM | Permalink | 1 comments