Oleh: Zainal Jamaluddin, Lc*

Manusia setiap saat selalu dihadapkan pada pilihan baik dan buruk. Karena itu, manusia dinamakan makhluk moral. Sebagai makhluk moral, manusia dapat berpihak pada kebenaran, tetapi dapat pula terjerumus pada keburukan dan kejahatan. Firman Allah: "Allah mengilhamkan kepada jiwa (manusia) kefasikan dan ketakwaannya." (Q.S. al-Syams: 8).
Ada dua faktor yang selalu menggoda dan menjerumuskan manusia, yaitu nafsu dan setan. Dikatakan, nafsu selalu mengajak manusia kepada keburukan (Q.S. Yusûf: 53). Demikian pula setan. Dikatakan, setan dengan berbagai cara terus berupaya menyesatkan manusia (Q.S. al-A'râf: 16-17) dan menjadi musuh abadi anak manusia sepanjang masa (Q.S. Yusuf: 5). Di antara keduanya, terdapat cara yang berbeda dalam menjerumuskan manusia. Nafsu mengemukakan keinginannya tanpa kompromi sedikit pun. Ia diibaratkan seperti anak kecil. Apa yang diminta harus dipenuhi dan tidak bisa diganti dengan yang lain. Kalau tidak dipenuhi, ia akan meronta dan meronta lagi sampai keinginannya terpenuhi. Ketika terpenuhi, ia terdiam beberapa lama untuk selanjutnya meminta dan menuntut kembali.
Ibadah puasa sesungguhnya merupakan sarana latihan agar orang beriman mampu mengalahkan godaan nafsu dan setan. Puasa diperintahkan agar manusia memperoleh pengalaman-pengalaman berstruktur yang akan membentuk dan mempertinggi imunitas atau daya kekebalan fisik dan jiwanya, sehingga ia menjadi orang yang sehat secara jasmani maupun rohani. Inilah manusia takwa yang ingin dicapai melalui ibadah puasa.
Jadi, orang yang berpuasa pada hakikatnya adalah orang yang menang dalam arti mampu mengalahkan godaan nafsu dan setan. Sebagai pemenang, maka di penghujung bulan Ramadhan ini, mereka layak mendapat ucapan selamat dengan iringan doa: Minal 'Aidîn wal Faizîn. Semoga kita menjadi pemenang di arena Jihâd Akbar melawan godaan nafsu dan setan. Amin.
*Mahasiswa Pasca Sarjana Univ. al-Azhar.